Sejarah Kota Blora

Asal Usul Nama Blora

Menurut cerita rakyat Blora berasal dari kata BELOR yang berarti Lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA.

Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah..

Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata.Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi BAILORAH, dari BAILORAH menjadi BALORA dan kata BALORA akhirnya menjadi BLORA.

Jadi nama BLORA berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur.

Blora Era Kerajaan dibawah Kadipaten Jipang

Blora di bawah Pemerintahan Kadipaten Jipang pada abad XVI, yang pada saat itu masih dibawah pemerintahan Demak. Adipati Jipang pada saat itu bernama Aryo Penangsang, yang lebih dikenal dengan nama Aria Jipang. Daerah kekuasaan meliputi :

Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi setelah Jaka Tingkir ( Hadiwijaya ) mewarisi tahta Demak pusat pemerintahan dipindah ke Pajang. Dengan demikian Blora masuk Kerajaan Pajang.

Blora dibawah Kerajaan Mataram

Kerajaan Pajang tidak lama memerintah, karena direbut oleh Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta. Blora termasuk wilayah Mtaram bagian Timur atau daerah Bang Wetan.

Pada masa pemerintahan Paku Buwana I (1704-1719 ) daerah Blora diberikan kepada puteranya yang bernama Pangeran Blitar dan diberi gelar Adipati. Luas Blora pada saat itu 3.000 karya (1 karya = ¾ hektar ). Pada tahun 1719-1727 Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat IV, sehingga sejak saat itu Blora berada di bawah pemerintahan Amangkurat IV.

Blora di Jaman Perang Mangkubumi (tahun 1727 – 1755)

Pada saat Mataram di bawah Paku Buwana II (1727-1749) terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid, Mangku Bumi berhasil menguasai Sukawati, Grobogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta. Akhirnya Mangku Bumi diangkat oleh rakyatnya menjadi Raja di Yogyakarta.

Berita dari Babad Giyanti dan Serat Kuntharatama menyatakan bahwa Mangku Bumi menjadi Raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675, atau 11 Desember 1749. Bersamaan dengan diangkatnya Mangku Bumi menjadi Raja, maka diangkat pula para pejabat yang lain, diantaranya adalah pemimpin prajurit Mangkubumen, Wilatikta, menjadi Bupati Blora.

Blora dibawah Kasultanan Perang Mangku Bumi diakhiri dengan perjanjian Giyanti, tahun 1755, yang terkenal dengan nama palihan negari, karena dengan perjanjian tersebut Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah Paku Buwana III, sedangkan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwana I. Di dalam Palihan Negari itu, Blora menjadi wilayah Kasunanan sebagai bagian dari daerah Mancanegara Timur, Kasunanan Surakarta. Akan tetapi Bupati Wilatikta tidak setuju masuk menjadi daerah Kasunanan, sehingga beliau pilih mundur dari jabatannya.

Blora sebagai Kabupaten

Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram Kabupaten Blora merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini disebabkan karena Blora terkenal dengan hutan jatinya.

Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah Kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI JADI KABUPATEN BLORA.Adapun Bupati pertamanya adalah WILATIKTA.

Perjuangan Rakyat Blora menentang Penjajahan

Perlawanan Rakyat Blora yang dipelopori petani muncul pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Perlawanan petani ini tak lepas dari makin memburuknya kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan pada waktu itu..

Pada tahun 1882 pajak kepala yang diterapkan oleh Pemerintah Penjajah sangat memberatkan bagi pemilik tanah ( petani ) . Di daerah-daerah lain di Jawa, kenaikan pajak telah menimbulkan pemberontakan petani, seperti peristiwa Cilegon pada tahun 1888. Selang dua tahun kemudian seorang petani dari Blora mengawali perlawanan terhadap pemerintahan penjajah yang dipelopori oleh Samin Surosentiko.

Gerakan Samin sebagai gerakan petani anti kolonial lebih cenderung mempergunakan metode protes pasif, yaitu suatu gerakan yang tidak merupakan pemberontakan radikal bersenjata.

Beberapa indikator penyebab adanya pemberontakan untuk menentang kolonial penjajah Belanda antara lain :

Berbagai macam pajak diimplementasikan di daerah Blora

Perubahan pola pemakaian tanah komunal

Pembatasan dan pengawasan oleh Belanda mengenai penggunaan hasil hutan oleh penduduk

Indikator-indikator ini mempunyai hubungan langsung dengan gerakan protes petani di daerah Blora. Gerakan ini mempunyai corak MILLINARISME, yaitu gerakan yang menentang ketidak adilan dan mengharapkan zaman emas yang makmur.

27 thoughts on “Sejarah Kota Blora

  1. Blora, tanah berlumpur yang telah melahirkan satrawan fenomenal, Pramoedya Ananta Toer. 😀
    Asalnya dari Blora mba? Beberapa waktu lalu saya pun sempat menginjakan kaki di PATABA, selain suasana disana sejuk nan damai, masyarakatnya pun ramah. 🙂

      • Butuh perjuangan yang luar biasa untuk mencapai Blora, apalagi jika menggunakan kereta ekonomi dari Semarang, luar biasa jauhnya. Hehe
        Gara-gara baca blog mba Dini saya jadi rindu suasana Blora, ternyata masih banyak yang harus dikunjungi. 😀

      • Iya, kalau naik kereta memang cepat karena tidak macet, tapi untuk mencapai Blora diperlukan waktu lagi.
        Iya, banyak yg menarik. Ayoo ke Blora.. 😀

      • Insha Allah nanti setelah selesai mengeksekusi skripsi, Blora masuk salah satu ekspedisi “pelampiasan mantan mahasiswa” yang akan saya lakukan. Hehe

      • Semoga bisa terlaksana dan semoga skripsinya lancar, aamiin.
        supaya bisa menikmati Kota Blora dengan segala pernak-perniknya. 🙂

      • Siap. Nanti kalau saya butuh tour guide, saya hubungi mba Dini ya. Hehe
        Saya pulang dulu ya mba, takut ditangkap satpam kalau malam-malam keluyuran di blog orang lain. Haha 😀
        Selamat malam & selamat beristirahat.

  2. September 2020 terakhir ke Blora. Sangat berkesan,Masarakatnya ramah, Pulang ke Cikarang bawa Dumbeg, makanan Khas Blora, saya raaa cuma ada di Blora. Di bawain Labu besar dll oleh Masyarakat Blora. Luar biasa Blora

  3. Dulu kecil SD pernah tinggal di Blora. Sangat berkesan, pingin melihat lg kota Blora saat ini, blm kesampaian…semoga bisa berkumjung ke Blora dlm wkt dekat

Silakan berkomentar :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.